Obituari: KH. Basori Alwi, Ulama Sang Pencetus MTQ
Oleh: Mas Rizal Mubit
Senin, 23 Maret 2020 pukul 15.31 Ulama Sepuh KH. Basori Alwi, Pengasuh PIQ Singosari wafat. Berita ini menambah duka masyarakat nusantara. Mari sejenak mendoakan beliau dan kembali mengenang jejak-jejak kehidupan yang bisa diteladani.
Beliau Nama lengkapnya adalah Basori Alwi Murtadlo, dilahirkan di Singosari, 15 April 1927, dari dua pasangan yang bernama Kiai Alwi Murtadlo dan Nyai Riawati. Sejak kecil beliau belajar ilmu Al-Qur’an pertama dari ayahnya sendiri, kemudian belajar kepada kakak kandungnya yang bernama kiai Abdul Salam, kemudian dari kiai Yasin Thoyyib (Singosari), kiai Dasuqi (Singosari) kiai Abdul Rosyid (Palembang) ketika beliau masih sekolah Madrasah Aliyah dan mondok di Pondok Pesantren Salafiyah Solo (1946-1949).
Sebelum belajar di Salafiyah, beliau sudah mondok di Sidogiri dan Legi di Pasuruan sekitar tahun 1940–1943. Selain belajar di pondok-pondok salaf, beliau juga banyak meluangkan waktu untuk belajar bahasa Arab, belajar pada Ustadz Mahmud al Ayyubi dari Iraq, Sayyid Abd. Rahman bin Syahab al Habsyi (Solo), belajar pada Ustadz Isma’il (Yogyakarta), Ustadz Abd. Nuh (Yogyakarta), kiai Muhammad Yusuf (Surabaya), kiai Ridwan Abdullah (Surabaya), serta Ustadz Sayyid al Idrus (Malang), selain belajar kitab-kitab agama pada mereka, beliau juga banyak belajar ilmu-ilmu umum seperti Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Karena banyaknya ilmu yang dikuasai, beliau banyak dibutuhkan oleh lembaga-lembaga pendidikan baik umum maupun agama, baik formal maupun informal. Mulai tahun 1950 beliau sudah mengajar di SMI Surabaya sampai tahun 1953, pada tahun yang sama juga beliau mengajar di PGA Negeri Surabaya, setelah itu beliau mengajar di PGAA Negeri Surabaya (1953-1958). Pada organisasi non formal, beliau juga banyak berkiprah di GP. Anshor (1955-1958), bahkan pada saat itu beliau ditunjuk menjadi pemimpin oragnisasi itu. Sekitar tahun 1955 beliau menjadi salah satu pendiri Jami’atul Qura’ Wal Huffadh Jatim sekaligus menjadi salah satu pencetus ide MTQ Nasional dan International di Konferensi Islam Asia Afrika di Bandung.
Setelah lama malang melintang di perantauan, beliau mulai mengabdikan dirinya ke daerah kelahirannya yaitu di Malang, di sana beliau mengajar di dua PGAA Negeri Malang (1958-1960), juga menjadi dosen Bahasa Arab di IAIN Malang (1960-1961). Pada tahun 1964 beliau menjadi anggota misi kebudayaan Indonesia ke Pakistan, juga menjadi anggota misi ke sebelas negara Islam di Timur Tengah selama 4 bulan.
Karena menjadi salah satu pencetus ide MTQ Nasional dan Internasional, beliau langsung ditunjuk sebagai dewan hakim dalam MTQ/STQ, baik tingkat propinsi, nasional, dan internasional di Brunei Darussalam (1985), Mesir (1998). Dan akhirnya sekitar tahun 1978 beliau mendirikan pondok pesantren ilmu Al-Qur’an hingga sekarang.
Karya-karya Kiai Basori Alwi
Kiai ini tergolong sangat produktif, banyak karya-karya yang telah beliau tulis baik dalam bentuk bahasa Arab ataupun bahasa Indonesia. Karya-karya itu antara lain: Pertama, Pelajaran Bahasa Arab seperti Madarij al Durus al Arabiyah (I, II, III, IV).
Kedua, terjemahan-terjemahan seperti Hukum Islam terjemahan Matan Gayah al-Taqrib (I, II), tafsir terjemahan Al-Qur’an juz ‘Amma (I, II, III), terjemahan Syari’at al Khalidah (karangan DR. Sayyid Alwi al-Maliki), Pedoman Tauhid terjemahan Aqidatul Awwam, pengantar Waraqad Imam al-Haramain, Membahas Kekuasaan (terjemahan dari al-Nasaih al-Diniyah wa al Wasaya al Imaniyyah: Buku ini diterjemahkan oleh para santri PIQ dibawah bimbinga kiai Basori Alwi), Memakmurkan Masjid (diterjemahkan dari Tafsir Ayat al-Ahkam li al-shaikh Muhammad ‘Ali al Sabuni: oleh para santri di bawah bimbingan kiai Basori Alwi.
Ketiga, tentang syari’at seperti Dalil-dalil Hukum Islam (I, II, III, IV, V, VI), buku-buku khutbah jum’at (4 judul), al Miqat al Jawi li Hajji Indonesia (Miqot Udara bagi Haji Indonesia), Petunjuk Singkat Tentang Qurban, Petunjuk Singkat manasik Haji, Empat Sumber Hukum Islam Qur’an-Sunah-Ijma’-Qiyas.
Keempat, Ilmu-ilmu Al-Qur’an seperti Pokok-pokok Ilmu Tajwid dan Kamus Waqaf serta Ibtida’, al-Gharaib fi al Rasm al Usmani, Ahadis fi Fadail Al-Qur’an wa qurraihi (Beberapa hadis tentang keutamaan Al-Qur’an dan para pembacanya.
Kelima, Ilmu-ilmu Aqidah seperti Pokok-pokok Ahlussunnah wal jama’ah, Perbandingan Ahlisunnah waljamaah, Pengantar Ilmu Ahlussunnah wa al-Jaama’ah, Sikap Golongan-golongan Islam terhadap Sahabat (Mu’tazilah, Syi’ah, Khawarij, Ahlisunnah waljamaah), Fatwa Shaikh Muhammad ‘Ali al Maliki “al Sadaqah wa al Tahlil ‘an al Mayit wa Surah Yasin” Aqidat al-Awwam.
Kebiasaan menerjemahkan kitab-kitab terdahulu merupakan tradisi para kiai, namun tidak banyak yang mempublikasikan karya terjemahannya tersebut untuk konsumsi masyarakat maupun santrinya. Kiai Basori berusaha mengembangkan wacana intelektual para santrinya untuk menerjemahkan kitab-kitab yang nantinya akan dipakai sebagai konsumsi masyarakat secara umum, seperti kitab al Nasaih al Diniyyah wa al Wasayah al Imaniyyah yang membahas tentang “Kekuasaan”, juga kitab Imarat al Masajid yang diterjemahkan dari Tafsir Ayat al Ahkam karya Syekh Ali al Sabuni. Dalam mukadimah kitab itu ditulis sebagai berikut:
Terjemahan ini adalah hasil karya para santri dari pengajian rutin yang diberikan pengasuh dengan metode Cara Belajar Siswa Aktif. Di samping didiskusikan dengan latihan berbahasa Arab juga ditugaskan kepada masing-masing kelompok untuk menerjemahkannya sebagai sumbangan PIQ kepada masyarakat.
Karya tulis tersebut merupakan karya hasil terjemahan para santri hasil belajar dengan model nyarahi yaitu model sorogan yang didahului oleh kiai yang membaca setelah para santri menuliskan hasil terjemahan tersebut pada sela-sela tulisan arab pego (kitab tanpa harakat). Tulisan tersebut beliau terbitkan sendiri secara internal untuk kepentingan pengembangan kemampuan para santri. Selain untuk pengembangan kemampuan santri hasil terjemahan tersebut juga digunakan oleh kiai Basori Alwi untuk memberikan wawasan kepada masyarakat.
Jadi jelaslah bahwa kecenderungan dari Kiai Basori Alwi untuk mengembangkan intelektual para santri dengan memperhatikan pada permasalahan masyarakat yang sebenarnya membutuhkan banyak informasi tentang ilmu-ilmu syari’at Islam secara mendalam. Selain ilmu-ilmu syari’at juga kiai Basori Alwi menerjemahkan buku-buku tasawuf yang muatannya kemungkinan itba’ pada guru tarikat beliau yang bernama H. Muhammad Usman Nadi al-Ishaqi. Kitabnya yang merupakan terjemahan dari karya gurunya itu berisikan tentang tata cara berdzkir al Qalbi bi Ismi al Dzati au bi al Nafyi wa al Ithbat Inda al Taifah al Naqshabandiyah al Ahmadiyah. Salah satu Ciri khas dzikir tarekat naqshabandiyah adalah nafi ithbat, wuquf qalbi yang mengajarkan tata cara berdzikir ittisal dengan Allah.
Sumber:
https://alif.id/read/rizal-mubit/obituari-kh-basori-alwi-ulama-sang-pencetus-mtq-b227370p/